Tutur Kiai – Islam sebagai sebuah agama yang menjadi landasan berperilaku manusia perlu mendapatkan lahan transformasi. Nabi Muhammad yang menjadi tangan pertama ajaran Islam membutuhkan metodologi untuk memahamkan dan menanamkan ajaran Islam pada umatnya. Mulai dari metode pembacaan, mengartikan, pemahaman dan aplikasi ajaran Islam. Sehingga muncul sebutan ashhabush-shohfah, mereka yang setia mendampingi nabi demi mendapatkan ilmu dan keimanan. Namun metodologi pendalaman ilmu agama sangat ragam coraknya. Berbeda antara satu daerah dengan daerah yang lain. Satu negara dengan negara yang lain. Hal ini disesuaikan dengan sosio kultural bangsa tersebut.
Di Indonesia kita mengenal sebuah lembaga yang sangat intens dalam mengembangkan ilmu keislaman, yaitu Pesantren. Lembaga ini merupakan suatu lembaga keagamaan yang bergerak di bidang pendidikan. Umur Pesantren sendiri dalam sumbangsih pendidikan untuk negeri juga tidak bisa dipandang sebelah mata. Sejarah telah mencatat Pesantren sebagai Institusi pendidikan Islam paling tua yang mengakar kuat dalam peradaban bangsa Indonesia. Sejak mulai abad ke IV Pesantren merupakan manifestasi antara “ Islam & kearifan nasional”, yaitu lembaga keagamaan sekaligus pendidikan yang sangat khas di Indonesia.
Pesantren dapat bertahan dalam menghadapi tantangan zamannya dan mengalami perkembangan pesat dan transformasi dari masa ke masa. Selain berperan strategis dalam transfer keilmuan serta nilai-nilai keislaman dan kebangsaan, juga berfungsi sebagai pusat pendalaman dan penguasaan ajaran agama.
Seiring perkembangan zaman, saat ini kita telah memasuki era industri 4.0 di mana semua serba jaringan atau digital. Hanya dengan sentuhan segala informasi dapat kita akses dengan mudahnya. Hanya dengan menyentuh tombol, jarak pun tidak lagi masalah. Mau tidak mau Pesantren tidak boleh berpangku tangan, karena mempunyai tugas dan tantangan yang tidak mudah. Bagaimana menggunakan segala modernisasi dan digitalisasi zaman secara maksimal, bisa menjangkau ilmu seluas-luasnya, namun tetap tidak meninggalkan kekhasan dan tujuan pokok pesantren itu sendiri. Saat ini pesantren harus membekali santrinya beberapa hal, diantaranya :
- Karakter
Dalam pembelajaran di Pesantren, santri sebenarnya telah mendapatkan pengembangan tiga kecerdasan sekaligus yang mampu mengokohkan karakter santri sebagai generasi muda yang akan menerima bonus demografi yaitu Kecerdasan IQ ; EQ ; SQ.
Selain pengembangan kecerdasan di atas, seorang santri pun digodok dengan jiwa leadership (personal), responsibility ( tanggung jawab ), ethics ( beretika ), skills ( keahlian ), adaptability ( mampu beradaptasi ), social responsibility ( kepekaan terhadap lingkungan sekitar ), dan personal productivity ( meningkatkan kualitas diri ).
- Literasi
Literasi menjadi hal yang tidak kalah penting dan harus terus digenjot oleh para santri karena dengan berliterasi santri pun akan semakin cerdas dalam segala lini. Baik literasi baca tulis ; literasi numerasi ( bilangan ), literasi sains ( pemanfaatan teknologi ), literasi finansial ( keuangan ) maupun literasi digital. Literasi adalah jendela pengetahuan, bahasa adalah instrumen memahami literasi. Sehingga adaptasi bahasa merupakan hal yang tidak bisa dielakkan, untuk menyiapkan santri yang berwawasan.
- Kompetensi
Seorang santri harus terus mengasah kompetensinya dalam 4C ( critical thinking, communication, collaborative, & creative ). Sehingga melalui pendidikan Pesantren akan terbentuk generasi yang berkompeten dan mempunyai jiwa siap bersaing. Menjadi generasi aktif , bukan pasif. Generasi inovatif bukan stagnan. Generasi yang selalu melangkah dan tidak hanya diam di tempat. Seorang santri harus menjadi subjek dalam zamannya, mengambil peran di zamannya bukan hanya sebagai objek yang hanya akan menjadi korban produk millennial.
Otak boleh modern ; Sikap tetap religion.(KH. Nursalim Kasmany)