Pada masa keemasannya, peradaban Islam dikenal sebagai pusat ilmu pengetahuan, dengan tokoh-tokoh cendekiawan yang berkontribusi di bidang-bidang seperti kedokteran, matematika, astronomi, dan filsafat.
Semua ilmu ini dipelajari bersama dengan ilmu agama dalam satu kesatuan. Namun seiring perkembangan sejarah, terjadi pergeseran yang memisahkan antara ilmu agama dan ilmu duniawi, sebuah proses yang dikenal sebagai dikotomi ilmu.
Pemisahan ini berpengaruh besar terhadap kemunduran peradaban Islam, terutama dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.
Sejarah Munculnya Dikotomi Ilmu dalam Islam
Dikotomi ilmu dalam Islam tidak terjadi secara tiba-tiba, melainkan merupakan hasil dari perkembangan sejarah yang kompleks. Pada awal peradaban Islam, ilmu pengetahuan dipandang sebagai satu kesatuan yang diambil dari Al-Qur’an dan Hadis.
Ilmuwan Muslim terdahulu, seperti Ibnu Sina, Al-Khwarizmi, dan Al-Farabi, menggabungkan antara ilmu agama dan ilmu umum dalam satu kajian yang menyeluruh. Namun, beberapa peristiwa sejarah dan perubahan pola pikir menyebabkan munculnya perbedaan antara ilmu agama dan ilmu duniawi.
Pengaruh Filsafat Yunani
Pada abad ke-8 dan ke-9 M, terjadi penerjemahan besar-besaran teks-teks filsafat Yunani ke dalam bahasa Arab. Banyak dari teks ini memperkenalkan konsep filsafat dan rasionalisme yang berbeda dengan ajaran Islam.
Meskipun filsafat Yunani memberikan kontribusi besar pada perkembangan ilmu pengetahuan dalam peradaban Islam, pendekatan ini memunculkan di antara ulama tentang batasan antara ilmu agama dan ilmu rasional.
Beberapa ulama konservatif khawatir akan pengaruh “ilmu-ilmu asing” yang dianggap berpotensi menggerus kemurnian ajaran Islam.
Kebangkitan Fikih dan Tasawuf
Pada abad ke-10 hingga ke-12, fokus pendidikan Islam mulai beralih ke studi fikih (hukum Islam) dan tasawuf (mistisisme). Fikih menjadi penting karena dianggap sebagai landasan kehidupan sosial dan politik umat Islam. Sedangkan tasawuf lebih fokus pada spiritualitas pribadi.
Fokus yang berlebihan pada kedua ilmu ini perlahan membuat perhatian terhadap ilmu pengetahuan alam, matematika, dan filsafat menurun. Peralihan ini menyebabkan ilmu-ilmu agama lebih banyak diajarkan di madrasah, sedangkan ilmu umum menjadi kurang diprioritaskan.
Munculnya Madrasah Nizamiyah
Salah satu lembaga pendidikan yang mempengaruhi dikotomi ilmu adalah Madrasah Nizamiyah yang Dibangun oleh Nizam al-Mulk di Bagdad pada abad ke-11. Madrasah ini fokus pada pengajaran fikih dan teologi, yang kemudian diadopsi oleh berbagai madrasah di dunia Islam.
Sementara itu, ilmu-ilmu seperti filsafat, matematika, dan astronomi tidak lagi menjadi bagian utama kurikulum pendidikan formal. Pengaruh Madrasah Nizamiyah dalam kurikulum madrasah di dunia Islam memperkuat pemisahan antara ilmu agama dan ilmu dunia.
Kemunduran Politik dan Keterasingan Ilmiah
Invasi Mongol pada abad ke-13 dan kehancuran Bagdad, pusat ilmu pengetahuan dunia Islam saat itu, membuat peradaban Islam mengalami kemunduran besar. Pengaruh politik dan ekonomi umat Islam melemah, menyebabkan perhatian terhadap ilmu pengetahuan menurun.
Banyak perpustakaan, manuskrip, dan lembaga pendidikan hancur. Dengan terbatasnya akses terhadap sumber daya intelektual dan pergeseran fokus untuk mempertahankan identitas keagamaan, pendidikan Islam menjadi semakin religius dan konservatif, terutama pengembangan ilmu-ilmu dunia.
Dampak Dikotomi Ilmu Terhadap Kemunduran Peradaban Islam
Pemisahan ilmu agama dan ilmu dunia ini berdampak negatif pada perkembangan peradaban Islam. Ketika ilmu agama dipandang lebih tinggi dan mulia, terjadi penurunan minat dalam mempelajari ilmu-ilmu dunia seperti sains, teknologi, dan filsafat.
Akibatnya, umat Islam tertinggal dalam inovasi ilmiah, yang mengakibatkan peradaban Barat semakin maju dan memimpin dalam perkembangan teknologi.
Stagnasi dalam Inovasi
Dikotomi ilmu membuat umat Islam tidak lagi memiliki ketertarikan pada ilmu sains dan teknologi, yang sebelumnya menjadi kekuatan besar dalam peradaban Islam. Dalam bidang-bidang seperti astronomi, kedokteran, dan matematika, kontribusi umat Islam semakin menurun.
Keterbatasan Keterampilan Kompetitif
Dikotomi ilmu juga menyebabkan rendahnya keterampilan umat Islam dalam bidang-bidang yang terkait dengan ekonomi dan teknologi. Pendidikan yang terlalu fokus pada ilmu agama menyebabkan umat Islam kekurangan keterampilan yang relevan dalam pasar kerja modern, sehingga menghambat kemajuan ekonomi.
Upaya Mengatasi Dikotomi Ilmu di Era Modern
Di era modern, upaya untuk mengatasi dikotomi ilmu telah dilakukan oleh banyak tokoh dan institusi pendidikan Islam. Pemikir seperti Syed Muhammad Naquib al-Attas, Fazlur Rahman, dan Ismail Raji al-Faruqi mengemukakan gagasan integrasi ilmu pengetahuan yang menekankan pentingnya menggabungkan antara ilmu agama dan ilmu dunia.
Selain itu, banyak lembaga pendidikan Islam yang mulai menerapkan kurikulum integratif untuk menghasilkan generasi Muslim yang mampu bersaing di dunia modern tanpa kehilangan identitas spiritualnya.
Kesimpulan
Dikotomi ilmu menjadi salah satu penyebab kemunduran peradaban Islam yang pernah mencapai puncak kejayaannya. Dikotomi ini memisahkan ilmu agama dari ilmu dunia, yang pada akhirnya mengakibatkan umat Islam tertinggal dalam sains, teknologi, dan inovasi.
Upaya integrasi ilmu pengetahuan menjadi solusi bagi umat Islam untuk mengembalikan kejayaan peradaban dengan memadukan keilmuan yang diterapkan pada ajaran agama dengan kemajuan ilmu pengetahuan modern.
Daftar Pustaka
- Al-Attas, SMN (1980). Islam dan Sekularisme . Kuala Lumpur: ISTAC.
- Nasr, SH (1994). Panduan Muslim Muda untuk Dunia Modern . Chicago: Kazi Publications.
- Rahman, F. (1982). Islam dan Modernitas: Transformasi Tradisi Intelektual . Chicago: University of Chicago Press.
- Al-Faruqi, IR (1982). Islamisasi Ilmu Pengetahuan: Prinsip Umum dan Rencana Kerja . Herndon: IIIT.
- Rosenthal, F. (1975). Pengetahuan yang Berjaya: Konsep Pengetahuan dalam Islam Abad Pertengahan . Leiden: Brill.
- Auda, J. (2008). Maqasid Al-Shariah sebagai Filsafat Hukum Islam: Pendekatan Sistem . London: IIIT.
- Azra, A. (2004). Asal-usul Reformisme Islam di Asia Tenggara . Honolulu: University of Hawai’i Press.
- An-Naim, AA (1990). Menuju Reformasi Islam: Kebebasan Sipil, Hak Asasi Manusia, dan Hukum Internasional . Syracuse: Syracuse University Press.
- Hashim, R. (2009). Memikirkan Kembali Pendidikan Islam di Era Globalisasi . Kuala Lumpur: IIUM Press.
- Husain, M. & Ashraf, SA (1979). Krisis dalam Pendidikan Muslim . Jeddah: Hodder & Stoughton.