Integritas Teknologi Digital dalam Pembelajaran Pesantren dan Tantangannya di Era Industri 4.0

         Pesantren sebagai lembaga pendidikan berbasis agama yang memiliki tugas pokok transmisi ilmu pengetahuan islam, pemeliharaan tradisi islam, dan reproduksi ulama. Ketiga pokok tersebut telah dihadapkan pada tantangan perubahan zaman dan karakter generasi yang hidup di masa sekarang. 

Pesantren juga sedang diuji dengan hadirnya abad digitalisasi dan perubahan teknologi yang begitu cepat. Kemajuan bidang informasi, komunikasi, dan bioteknologi hingga teknik mengalami percepatan luar biasa dan membawa perubahan di semua dimensi kehidupan. Kondisi tersebut mengiring pesantren untuk masuk ke dalam zaman baru, yaitu revolusi industri keempat atau disebut juga sebagai industri 4.0.

         Era Industri 4.0 adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pada era dimana terjadi perpaduan teknologi yang mengakibatkan dimensi fisik, biologis, dan digital membentuk suatu perpaduan yang sulit untuk dibedakan. 

Misalnya, dua orang dapat saling berbagi informasi secara langsung dengan bantuan digital tanpa harus berada pada tempat yang sama atau pada waktu yang bersamaan baik secara psikis maupun biologis.

 Terjadinya digitalisasi informasi dan pemanfaatan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence) secara masif di berbagai sektor kehidupan manusia, termasuk di dunia Pendidikan, adalah tanda dimulainya era industri 4.0.

         NCTM (2000) menegaskan bahwa integrasi teknologi dalam pembelajaran paling tidak memiliki tiga dampak positif dalam Pembelajaran Pendidikan Islam yaitu:

  1. teknologi dapat meningkatkan capaian Pembelajaran Pendidikan Islam
  2. teknologi dapat meningkatkan efektifitas pengajaran
  3. teknologi dapat mempengaruhi apa dan bagaimana Pendidikan Islam itu seharusnya dipelajari dan dibelajarkan.

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa siswa dapat belajar lebih kaya dan mendalam ketika teknologi digunakan dengan ‘tepat guna’ dalam Pembelajaran Pendidikan Islam.

         Terkait dengan pembelajaran dalam perspektif pesantren, KH. Abdurrahman Wahid menyatakan bahwa pendekatan pembelajaran di pesantren harus mampu merangsang kemampuan berpikir kritis, sikap kreatif, dan juga merangsang peserta didik untuk bertanya sepanjang hayat.

Gus Dur sangat menolak sistem pembelajaran yang doktriner dan perbankan yang akhirnya hanya akan membunuh daya eksplorasi anak didik. 

Sedangkan terkait dengan guru dan pemimpin menurut Gus Dur harus dilakukan perpaduan antara bercorak kharismatik dengan corak yang demokratis, terbuka, dan menerapkan manajemen modern. 

Aspek-aspek Pendidikan di pesantren yang menjadi sorotan Gus Dur di antaranya adalah visi, misi, tujuan, kurikulum, manajemen, dan kepemimpinan pesantren yang perlu tak terkalahkan dengan perkembangan zaman globalisasi. 

Oleh karena itu, kurikulum pesantren selain harus kontekstual dengan kebutuhan zaman juga harus mampu merangsang daya intelektual kritis santri.

Disisi lain, ia tetap mampu mempertahankan identitas dirinya sebagai penjaga tradisi keilmuan klasik, tanpa harus larut dengan modernisasi, serta mampu mengambil sesuatu yang dipandang manfaat-positif untuk perkembangan pesantren.

         Pada konteks sosial keagamaan tantangan pesantren di zaman revolusi industri 4.0, selain pertarungan ideologi-ideologi besar dan kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi, juga arus globalisasi yang menimbulkan berbagai macam perubahan pola dari segala aspek kehidupan.

Tren kenaikan penggunaan internet di kalangan kaum muda milenial berimplikasi terhadap perubahan pola konsumsi generasi tersebut terhadap informasi agama. 

Artinya, belajar agama melalui buku-buku (kitab-kitab) dan pengajian ustadz-ustadz maupun da’i sudah mulai “ditanggalkan”, dan mulai bermigrasi ke media-media online. Hal tersebut terbukti dengan jumlah penonton pengajian berbasis youtube, facebook, dan media lainnya yang lebih meningkat.

         Pesantren tidak bisa lagi bersikukuh menggunakan cara-cara lama seperti ceramah sebagai satu-satunya teknik dominan dalam menyampaikan materi dakwah dan pembelajaran. Bukan saja karena jangkauan segmen pendengarnya yang terbatas ruang dan waktu, tetapi juga terkait akses-akses terhadap materi dakwah. 

Media dakwah dan Pendidikan yang berbasis teknologi pasti diperlukan. Karena secara perlahan media sosial telah banyak memberi pengaruh pemahaman agama terutama anak muda jaman sekarang. 

Kondisi ini perlu menjadi perhatian pesantren dalam mengimbangi literatur keislaman yang terkenal melalui media sosial, terutama pesan-pesan yang mengandung bias-bias ideologi konservatif yang intoleran, liberal, dan radikal dengan memproduksi literatur keislaman yang moderat, humanis, dan toleran berbasiskan teknologi. Upaya yang bisa dikembangkan di pesantren dalam hal tersebut di antaranya:

    1. Membangun literasi digital di pesantren.

Literasi digital adalah kemampuan menggunakan teknologi dan informasi dari piranti digital secara efektif dan efisien dalam berbagai konteks seperti akademik, karir, dan kehidupan sehari-hari.

Kemampuan literasi digital pada aspek Pendidikan berupa peningkatan kemampuan dalam akses, menggunakan berbagai sumber pengetahuan bentuk digital (seperti e-book, e-paper, e-journal), peralihan naskah-naskah keagamaan dari cetak ke bentuk digital piranti lunak (Software) seperti maktabah syamila dan sejenisnya akan banyak membantu proses pembelajaran dan percepatan pemahaman secara lengkap.

    2. Membuat kanal kajian keislaman.

Dahulu dakwah banyak dilakukan dengan menggunakan media cetak semacam buletin, majalah, selebaran pamflet; dan media elektronik semacam radio yang memiliki keterbatasan pada waktu siar. Saat ini hal itu perlahan mulai ditanggalkan. Ongkos yang mahal, distribusi yang terbatas, dan kompleksitas produksi-distribusi-konsumsi yang nyata telah membuat orang berpindah dari teknologi konvensional tersebut ke dunia digital. Kebanyakan orang lebih suka menonton melalui media youtube, facebook, atau Instagram yang menyediakan live streaming, sehingga mereka bisa belajar dan mengikuti proses pengajian kapanpun dan dimanapun.

         Pesantren juga dapat melakukan upaya lain untuk membuka ruang dialog dengan perubahan zaman dan pecahan nilai-nilai baru yang lebih relevan dan membawa maslahat dalam keamanan eksistensi pesantren yang selaras dengan kaidah fiqhiyyah “al muhaafadzotu ‘ala qadimi as shoolih wa al akhdzu bi al jadid al ashlah” (menjaga teguh dan melestarikan nilai-nilai lama yang masih relevan dan mengambil nilai-nilai baru yang jauh lebih relevan).

Dalam menghadapi revolusi industri 4.0, pesantren sebagai institusi Pendidikan, keagamaan, dan sosial diharapkan melakukan kebijakan strategis dengan melakukan pembaruan-pembaruan adaptif terhadap kebutuhan masyarakat milenial terutama aspek Pendidikan dan pemberdayaan masyarakat yang lebih dapat diakses tanpa melupakan dirinya sebagai penjaga tradisi dan budaya pendidikan islam yang khas di Indonesia. (Ning Malih Muayyada)

Share :

Twitter
WhatsApp
Facebook