Mbah Usman Wali Keliling Jagad

Mbah Usman adalah penduduk asli desa Bulung, Kecamatan Jekulo, Kabupaten Kudus. Yang konon desa tersebut adalah desa peninggalan dari salah satu murid Sunan Muria, yaitu Kiai Anteng. Diceritakan, dahulu Raden Umar Said atau biasa dikenal dengan sebutan Sunan Muria memiliki sebuah pondok pesantren yang berlokasi di lereng gunung Muria. Santri Sunan Muria banyak yang berasal dari kerajaan Mataram, salah satunya Kyai Anteng.

Dari sekian banyak santri yang belajar ilmu agama dari Sunan Muria, terdapat seorang santri yang pandai dan istiqomah dalam menuntut ilmu. Santri tersebut bernama Kyai Anteng. Karena sunan Muria merasa ilmu yang dimiliki oleh Kyai Anteng sudah cukup, maka akhirnya Sunan Muria mengutus Kyai Anteng dan istrinya untuk menyiarkan agama di Selatan Gunung Muria.

Sunan Muria juga mengutus Kyai Selentang (santri Sunan Muria yang berubah menjadi macan karena sabda sam po kong) untuk mengamankan perjalanan dakwah Kyai Anteng dan istrinya. Saat itu Sunan Muria berpesan kepada Kyai Anteng bahwa jangan menghentikan perjalanan hingga menemukan pohon rembulung yang berbunga putih. Setelah lama perjalanan dan sudah sangat jauh Kyai Anteng bersama istri, dan Kyai Selentang terdampar di pinggir rawa yang sangat luas. Di rawa tersebut beliau melihat rembulung berbunga putih.

Setelah menemukan pohon tersebut Kyai Anteng mendirikan rumah, dan mensiarkan agama di daerah tersebut. Kepandaian dan keistiqomahan Kyai Anteng dalam berdakwah, menjadikan begitu dihormati masyarakat. Sebagai wujud penghormatan terhadap Kyai Anteng, daerah tersebut dinamakan Desa Bulung, sebagaimana nama pohon rembulung yang mengantarkan Kyai Anteng berdakwah ke daerah tersebut.

Kembali kepada mbah Usman, beliau terkenal senang mengaji, senang hidup di pesantren, dan tidak pernah menyakiti orang lain. Beliau termasuk waliyullah yang ikut menyebarkan Agama di Desa Bulung,. Ayah mbah Usman bernama mbah Ngorono Ngadiyo. Mbah Usman memiliki banyak ilmu, diantaranya: ilmu laduni, ilmu kanuragan, ilmu nujum, ilmu kitab, ilmu zandap.

Beliau adalah sosok yang disegani di daerah Bulung Kulon karena kearifan, kebijaksanaan, dan kesederhanaannya. Sering mengendarai sepedah onthel adalah salah satu bentuk kesederhanaan dari beliau mbah Usman. Kono sepeda yang beliau miliki bukan sepeda onthel biasa, melainkan berat sepeda beliau melebihi beratnya pesawat terbang.  Suatu hari, konon mbah Usman pernah ditilang polisi karena naik sepeda. Polisipun mengangkat sepeda mbah Usman, dan ternyata polisi tersebut tidak bisa mengangkat sepeda mbah Usman karena bagi polisi sepeda mbah Usman ketika diangkat beratnya melebihi berat pesawat terbang.

Akhirnya sepeda mbah Usman tidak jadi ditilang. Dan guyonannya sepeda pada zaman sekarang diperbebaskan di jalan raya tanpa memakai atribut yang telah ditentukan pemerintah, ya karena polisi tidak sanggup mengangkat sepeda sama halnya dengan kejadian mbah Usman ini.   

Mbah Usman adalah seorang yang tegas dalam berhukum, ketika ada seseorang yang tidak sesuai dengan hukum, beliau selalu mengucapkan kalimat tauhid “La ilaha illallah”. Ketika mbah Usman sudah mengucapkan kalimat tersebut warga setempat sudah paham, pasti nanti akan ada sesuatu yang terjadi. Warga setempat pun sudah merasa takut.

Mbah Usman mempunyai 4  istri, yang berbeda tempat tinggalnya. Yaitu 2 di Bulung dan 2 di Jepara. Istri-istri beliau yaitu: 

  1.     Mbah Hj. Khasanah (Bulung) dikaruniai 10 putra
  2.     Mbah Supi’ah (Bulung) dikarunia 4 putra
  3.     Mbah Zaenab (Jepara) tidak dikaruniai putra
  4.     Mbah Rumisah (Jepara) dikaruniai 2 putra

Karena kewibawaan mbah Usman, putra beliau tidak ada yang mau tinggal satu rumah dengan beliau. Mbah Usman lebih sering di Pondok yang beliau dirikan daripada di rumah beliau. Bahkan mbah Usman pernah tidak keluar pondok selama seminggu, hanya untuk berdzikir kepada Allah. Karomah-karomah mbah Usman ini sangat banyak, diantaranya:

  1.     Beliau adalah sosok yang sederhana, dan terhitung cukup dalam keadaan ekonominya. Namun, suatu saat beliau ingin bersedekah ternyata ada saja yang bisa beliau berikan. Pada saat itu yang diberikan adalah sisir yang terbuat dari emas diberikan pada santrinya.
  2.     Meskipun sudah meninggal namun bisa berkomunikasi dengan manusia yang masih hidup. Ceritanya, pada waktu sholat Ied di masjid, mbok Ros tiba-tiba mati suri. Setelah khutbah  mbok Ros diangkat, ternyata mbok Ros hidup lagi dan berkata, “kenapa kalian mengangkatku, padahal aku sedang melayani tamu-tamu mbah Usman.”
  3.     Mbah Usman bisa membuat berondong jagung lewat sorban yang beliau gunakan saat bersama dengan banyak anak kecil, hanya sekedar untuk menghibur.

Kebiasaan mbah Usman adalah sering bersilaturahmi kepada saudara maupun kyai. Beliau memberikan nasehat sering memberi nasehat secara tidak langsung. Misalnya, pernah para bermain sepak bola di halaman, dan pada saat itu beliau hanya diam saja (membiarkan), dan keesok harinya halaman atau tempat yang digunakan bermain sepak bola itu ditanami pohon kelapa. Dalam artian beliau tidak suka santrinya bermain sepakbola. Contoh lainnya, pada waktu shubuh putranya, yang bernama mbah Shopi’ bandel atau nakal karena pada waktu subuh mbah Shopi’ tidak mau mengaji. Karena mengetahui mbah Shopi’ tidak mengaji, mbah Usman pun mencari mbah Shopi’ di dalam kamar nya. Karena mbah Shopi’ kalau tidak mengaji ya ndelik (ngumpet) di kamarnya. Itu saja beliau mbah Usman hanya memanggil “pi’ shopi’, wis ngaji durung, yo? Nak wes yo wes” (pi’shopi’, sudah ngaji belum? Kalau sudah, ya sudah). Dengan hanya seperti itu, mbah Shopi’ keesokan harinya langsung ikut mengaji.

Mbah usman juga sosok yang gemar bersedekah dengan tidak memperlihatkan kepada yang lainnya. Contohnya, beliau pernah ingin memberi uang kepada anak perempuannya tetapi diberikan melalui cucunya. Beliau ketika dhahar (kromo inggil bahasa Jawa: makan) selalu mengajak orang sekitarnya. Jadi kearifan dan kesederhanaan inilah yang dimiliki mbah Usman sehingga bisa termasyhur di kalangan masyarakat.

Pada hari Selasa mbah Usman meninggal dunia, proses pemakamannya di desa Bulung. Padahal saat itu di hari dan jam yang sama mbah Usman sedang berada di Kediri di kediaman mbah Zaid. Mbah Usman bersilaturahmi ke ndalem (kromo inggil bahasa Jawa: rumah) mbah Zaid dengan membawa berkat (bahasa Jawa: makanan yang didapat perorangan setelah hajatan) dan berpesan kepada mbah Zaid: “berkat iki ojo kok buka sedurunge aku mulih” (bingkisan ini jangan kamu buka sebelum aku pulang). Setelah seminggu mbah Zaid belum berani membuka bingkisan tersebut, karena penasaran mbah Zaid pergi ke Desa Bulung. Sesaat sampai di ndalem mbah Usman, mbah Zaid terkejut karena banyak orang lalu lalang. Mbah Zaid pun bertanya “ada acara apa ini?”. Kemudian ada seseorang yang menjawab “mbah Usman meninggal Selasa kemarin”.

Dari situlah mbah Zaid mengerti mengapa berkat yang diberikan oleh mbah Usman tidak boleh dibuka dahulu, karena mbah Usman telah tiada. Lokasi makam mbah Usman di sebelah Utara Masjid Al Abror. Di dalam cungkup ada makam mbah Khusnah, mbah Shopi’ dan makam dari anak mbah Khusnah yaitu mbah Nawawi.

Peninggalan mbah Usman yang masih sampai sekarang adalah masjid Al Abror, pondok pesantren Al Usmaniyah, Madrasah Diniyyah, Madrasah Ibtida’iyyah, dan Madrasah Tsanawiyyah.

 

Oleh: Ika Feby Fitriani (Alumni Pesantren Khozinatul Ulum)

 

Menarik lainnya