Senja

Adakalanya langit itu berwarna biru, hitam, merah, kuning, maupun abu-abu.

Mungkin kita dapat mengatakan bahwa kita menyukai warna biru namun, kita tetap tidak bisa menolak akan hadirnya warna hitam, merah, kuning, dan yang lain.

Sama halnya dengan kehidupan ini. Namun dibalik semua itu, Tuhan mengajarkan kepada kita bahwa, segalanya akan tampak begitu indah bagi mata yang mau menikmatinya.

# # #

“Assalamu’alaikum.. ” Seorang gadis kecil berseragam merah putih itu tampak begitu kegirangan. Setelah memarkir sepeda mininya dengan tak beraturan di halaman, ia pun berlari penuh semangat dengan membawa ransel kecilnya yang berwarna pink itu.

“Wa’alaikumussalam warahmatullah wabarakatuh.. , sudah pulang kamu nduk..? “. Gadis kecil itu segera melepas sepatunya dan melemparkannya ke arah yang tak ia pedulikan kemana, ia pun  kemudian terbang bagai kupu-kupu kecil yang riang dan mendarat dengan lembut di pelukan Ibunya. “Masyaallah.. Ada apa to, Nduk? Kok senang sekali kelihatannya.”

“Bunda..! emh, tadi saat di sekolah kami ditanya satu persatu loh, tentang cita-cita.” Fatimah pun melepas pelukan putri kecilnya itu dan mengajaknya untuk duduk di kursi ruang keluarga., “Ohya? Terus, cita-cita kamu apa?” Diusapnya keringat si gadis kecil sembari membereskan tas beserta buku-bukunya. “Senja ing…”

“Bara  ingin jadi professor, Bunda..!” Remaja laki-laki itu datang dengan tiba-tiba dan langsung menyahut pertanyaan ibunya. “Kamu pasti ingin jadi penjual kueh seperti si Fahma teman dekat kamu itu kan?! Hahaha…”,“Iiiihhh.. kakak…!!!” gadis kecil itu tampak begitu geram dan langsung memukuli kakak lelakinya itu.

“Memangnya kamu ini mau jadi apa to, Nduk?” sahut sang Ayah.

“Senja memang ingin jadi seperti Kak Fahma, Ayah. Kak Fahma itu bukan hanya penjual kueh tauk, Kak!” Kakak beradik itu pun saling memoncongkan bibirnya. Sejenak saling bertatap mata, dan si kecil pun melanjutkan kembali celotehannya.

“Kak Fahma itu penjual kueh yang hebat! Buktinya, dia punya toko kueh sendiri. Selain itu, dia juga seorang penulis yang berbakat. Senja ingin jadi anak yang berbakti kepada Ayah dan Bunda. Bukan hanya bermanfaat bagi masyarakat, bangsa dan negara, tapi Senja juga ingin bisa selalu menemani Ayah dan Bunda.” Kata-kata itu terucap begitu tulus oleh si gadis kecil.

“Nduk! Di zaman sekarang ini, kita dituntut untuk dapat bersanding dengan segala kemajuan yang ada, baik media sosial, komunikasi, informatika, maupun ilmu pengetahuan dan teknologi. Disamping itu, kita juga harus tetap menjaga etika dan moral yang telah diajarkan oleh syari’at Islam.”

“Ayah benar! Atau dengan kata lain, kalau Cuma jadi penjual kueh aja, bisa kudet kamu nanti. Kurang update..!! hhaha.. wekk..!!” Setelah mengejek dengan menjulurkan lidahnya, Bara segera berlari mengikuti sang ayah, meninggalkan adiknya yang menanggapi dengan cemberut sebal.

“Senja.. Kamu fahami kata-kata Ayahmu ya, Nduk. Bunda tahu, cita-cita kamu ini sungguh luar biasa. Dan maksud ayahmu itu juga baik. Intinya, apapun keputusan yang akan kamu ambil nanti, Ayah sama Bunda percaya sama kamu.” Gadis kecil itu pun tersenyum.

“Terimakasih, Bunda.”

# # #

6 tahun kemudian..

Hari berlalu begitu cepat. Dan tak terasa, pagi pun mulai berganti siang. Cahaya mentari yang hangat, kini mulai terasa sedikit menyengat. Hari ini adalah hari pelepasan wisudawan-wisudawati UINSUKA sekaligus pengumuman hasil kelulusan. Hari yang sangat ditunggu-tunggu, terutama oleh Bara. Setelah menyelesaikan hafalan Al-Qur’annya dan lulus dari Pondok Pesantren Darul ‘Ulum 4 tahun yang lalu, Bara melanjutkan pendidikannya di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta.

Ia melambaikan tangannya dan segera menghampiri seorang lelaki berbaju biru yang baru saja tiba dan selesai memarkirkan sepeda motornya. “Ayah!!” Ia pun mengecup punggung tangan Ali dan segera mendampinginya untuk menuju arena acara.

“Bunda mana, Yah?” mereka pun berjalan santai sembari berbincang-bincang menuju sebuah kursi di barisan nomor dua dari depan. “Bunda ke Jombang, Nak. Bukanya adikmu juga acara kelulusannya hari ini to?” Ali berhenti sejenak kemudian sedikit mengerutkan keningnya. ”Eh iya, Yah! Senja sudah lulus Aliyah kok ya, Bara lupa. Maaf.. hhe” lelaki itu pun tersenyum dan menepuk pelan bahu anak lelakinya itu.

# # #

2 minggu setelah kelulusan…

Pagi itu, Fatimah tengah mengerjakan rutinitasnya seperti biasa. Berbagai macam bunga yang ia tanam menjadi pemandangan yang sagat berkesan di rumah itu. Mawar dan melati di sisi kanan rumah, kamboja dan ester di sisi kiri, serta bunga matahari dan beberapa bunga lainnya semakin menambah nilai keindahan mata yang memandangnya.

Bip.. bip.. !!!

Suara itu tiba-tiba tiba-tiba datang dan memecah keheningan. Sebuh mobil berwarna hitam berkilau tanpa ia sadari telah berparkir dengan begitu manis di halaman rumahnya. Fatimah pun menghentikan aktivitasnya kemudian menengok mobil itu.

Seorang lelaki berambut hitam berkemeja biru tampak keluar dari mobil itu, yang setelah beberapa detik disusul oleh seorang lelaki berambut ikal berbaju putih berlengan pendek. Setelah semakin dekat, lelaki berambut hitam  itu pun mengucap salam.

“Assalamu’alaikum, Tante.” Sapa lelaki berambut hitam dengan suara lembut nan sopan itu.

“Wa’alaikumussalam, masyaallah… Nak Husain putra Kyai Akbar ya! Maaf, tante pangling sama kamu, Nak. Mari masuk.” Fatimah pun mempersilahkan mereka untuk memasuki ruang tamu.

“Ada perlu apa Nak Husain jauh-jauh datang kemari?”

“Saya ingin bertemu Kak Bara, Tante. Ini teman saya ingin melakukan bimbingan skripsi dengan Kak Bara, saya menemani.”

“Wahh.. Bara sedang keluar, baru saja sekitar setengah jam yang lalu. Tadi sudah buat janji belum?”

“Alhamdulillah sudah, Tante. Katanya kami disuruh menunggu sebentar di rumah. Kak Bara sedang mengambil pesanan buku dari Sudan, katanya sih untuk tambahan referensi nanti.”

Gubrak!!! Sebuah suara benturan keras tiba-tiba saja mengagetkan semua orang di ruang tamu itu. “Sebentar ya, Nak Husain.” Fatimah pun segera melihat ke sumber suara.

“Kamu ini bagaimana to, Nduk?! Katanya mau membahagiakan orang tua, kok malah kayak gini?! Masak ikut tes ke perguruan tinggi satu pun tidak ada yang masuk itu bagaimana to?!”

“Ayah.. Ada tamu, tidak sopan nanti jika terdengar!” Fatimah yang melihat putrinya tertunduk  itu pun berusaha keras menenangkan suaminya., “Biarkan saja.! Biar sekalian mereka tahu!!”

“Ayah…!!” Fatimah berusaha untuk mengajak suaminya itu untuk duduk, namun emosi lelaki itu justru semakin naik.

“ Kamu dengar tidak, Nduk? Lihat itu kakakmu!! Dia selalu jadi murid teladan di sekolahnya. Semua prestasi dan penghargaan juga telah banyak diraihnya. Dan sekarang, dia akan segera melanjutkan pendidikannya ke Lebanon, itu juga beasiswa. Lha kamu??! Kecewa ayah sama kamu, Nduk.”  Gubrak!! “Aaa..!!!” karena terbawa emosi, Ali menendang sebuah guci keramik yang berada di sampingnya, ia pun tergelincir dan jatuh menyusuri tangga.

“Ayah..!!!”

Semua orang di rumah itu pun panik, begitu pula dengan Husain dan Reyhan. Setelah menyaksikan yang terjadi, Husain pun langsung bergegas untuk segera membawa ayah temannya itu ke rumah sakit.

# # #

3 hari kemudian…

Gadis kecil itu hanya terdiam. Duduk menatap luas hamparan rerumputan hijau di bawah sebuah pohon di halaman rumahnya, seorang diri, merenung, dan tampaknya.. ia telah tenggelam jauh dalam lamunannya. Dan tanpa ia sadari, seorang wanita tengah berjalan santai menuju ke arahnya.

“Assalamu’alaikum..”

“Wa’alaikumussalam.. Eh, Kak Fahma? Ngagetin aja deh..” Fahma pun sedikit tertawa dan langsung duduk disamping Senja. “Hehe.. maaaf. Habisnya kamu ngelamun sih, ada apa?”

“Ayah masuk rumah sakit gara-gara aku, Kak. Dan beberapa hari yang lalu, Kak Bara baru saja diterima untuk melanjutkan pendidikan S2 di sebuah Universitas ternama di Lebanon, beasiswa lagi. Huuhhhft.. Senja sebel Kak. Senja tak secerdas Kak Bara.” Air mata itu pun menetes, mengalir, dan membasahi pipi gadis kecil itu. Fahma pun mendekat dan mendekapnya hangat.

“Kamu tahu, Senja? Manusia tidak akan pernah lepas dari dua hal yang bersifat paradox, yaitu kesenangan dan kesedihan. Senyum bahagia, dan air mata duka. Manusia akan bergembira oleh sejumlah kesenangan, tapi disaat yang lain, manusia juga menangis karena suatu kesedihan.”

“Aku telah mengecewakan Ayah dan Bunda.” Senja tampak begitu termenung. Fahma menanggapi dengan sedikit mendesis, kemudian tersenyum tipis.

”Pasti ada hikmah dari semua kejadian ini, percayalah. Lagipula, kamu beruntung karena masih memiliki kedua orang tua, jadi berjuanglah. Masa depan yang penuh dengan harapan telah menantimu. Kamu hanya perlu bangkit dan terus berusaha. Percayalah, kamu pasti bisa!” Tutur Fahma kepada gadis kecil yang sudah dianggapnya seperti adiknya sendiri itu.

Senja memandang Fahma dengan tatapan tajam, namun ada sedikit keraguan disana. “Tapi, bagaimana jika aku gagal, Kak?” Fahma sedikit mengambil nafas dalam, kemudian perlahan menghembuskannya.

“Salah satu motivator Indonesia mengatakan seperti ini: ‘Tugas kita bukanlah untuk berhasil. Tapi tugas kita adalah untuk mencoba dan berusaha. Karena dengan begitulah kita akan menemukan dan membangun kesempatan untuk berhasil.’ Jangan takut mencoba! Karena tanpa kita sadari, ketakutan itulah penghambat sesungguhnya dari kesuksesan kita. Jadi berjuanglah.” Kata-kata itu diucapkannya begitu tulus, begitu dalam. Seperti bukan diucapkan dari seorang teman, melainkan seorang kakak perempuan kepada adik yang begitu ia sayang.

“Terimakasih, Kak. Kak Fahma telah mengajarkan aku banyak hal. Dan sekarang, aku juga akan terus mencoba dan berjuang!”, ”Nah.. Gitu! Jangan sedih lagi, ya! Fighting!!” Senyum itu terlukis begitu indah. Bukan hanya dibibir Fahma, tapi juga Senja.

# # #

Gadis kecil itu berjalan dengan penuh keraguan. Setelah kejadian beberapa hari yang lalu, ia merasa benar-benar tak punya nyali untuk bertemu Ayahnya sampai sekarang. Tapi kali ini, Senja memberanikan dirinya untuk datang ke rumah sakit. Gadis kecil itu pun mulai membuka pintu ruangan dengan pelan dan sangat hati-hati. “Senja?” Suara itu benar-benar mengejutkan Senja. Ia berfikir Ayahnya sedang tidur tapi ternyata tidak.

“E..em, assalamu’alaikum, Ayah.” Senja pun terpatung sejenak.

“Wa’alaikumussalam… Kemarilah, Nak! Ayah sangat merindukanmu..” Gadis itu pun mulai melangkah dengan  sedikit ragu untuk mendekati Ayahnya.

“Maafkan Ayahmu ini ya, Nduk… Seharusnya Ayah lebih bisa mengerti kamu.” Senja merasa sedikit kebingungan.

“Ayah kenapa menangis? Senja yang mau minta maaf.. Maafin Senja karena telah membuat Ayah jadi seperti ini.”

“Tidak sayang.. Ayah yang salah. Maafkan Ayahmu ini ya.” Gadis kecil itu pun ikut menangis. Ia merasa begitu bersalah selama ini.

“Ayah sudah hampir satu minggu di sini, kenapa baru menjenguk Ayah? Kamu ini! Tidak tahu apa, Ayah kangen sekali sama kamu.” Lelaki tua itu menyeka air mata sembari mengelus kepala putri kesayangannya itu. “Senja minta maaf, Ayah.”

“Malam ini temani Ayah di rumah sakit ya?!”. Senja pun mengangguk dengan yakin. Beberapa detik kemudian, tawa kecil pun terdengar.

# # #

2 tahun kemudian…

“Assalamu’alaikum, Ayah..”

“Wa’alaikummussalam, bagaimana kabarmu, Nak?”

“Alhamdulillah, Ayah. Bara sehat. Di rumah juga sehat semua kan, Yah?”

“Alhamdulillah, semuanya sehat. Bagaimana belajarmu di sana?”

“Tesis Bara diterima, Yah. Ini baru saja selesai ujian munaqosah, dan Bara lulus. Alhamdulillah juga tanpa revisi. Dan karena nilai Bara terbaik, Bara juga dapat beasiswa melanjutkan S3, Yah.”

“Alhamdulillah… selamat ya, Nak. Bunda masih ada acara di rumah temannya, pasti senang nanti kalo tahu. Ohya, ini adikmu juga sudah lulus dari pesantren, dan Alhamdulillah, dia juga sudah diwisuda tahfidzul Qur’an kemarin. Terus katanya dia juga dapat beasiswa untuk melanjutkan pendidikannya ke Istanbul, Turkey. Ini dia adikmu, Senja.” Lelaki itu pun memberikan telfon itu kepada Senja.

“Assalamu’alaikum, kak.”

“Wa’alaikumussalam warahmatullah wabarakatuh… ehh, bukannya mau jadi penjual kueh to kamu? Hahaha..” , “Kakak…!! Seneng banget kalo disuruh ngejek! Senja udah bukan anak kecil lagi tauk!! Huhhfft..” . “Hahaha.. Okey-Okey. Jadi, gimana nih rencana kamu selanjutnya?”, “Ya pertama-tama, Senja akan…” Perbincangan itu pun terus berlanjut, kakak beradik itu sekarang telah tumbuh menjadi pribadi yang istimewa.

# # #

Turkey, 10 Februari 2017.

“Hallo, assalamu’alaikum..”

“Wa’alaikumussalam warahmatullah wabarakatuh, dengan siapa ini?”

“Bunda? Ini Senja.”

Hari ini cuaca nampak begitu cerah. Sejuknya udara pagi serta hangatnya sinar mentari semakin memperlengkap keindahan kota ini. Meski banyak lalu lalang mobil, serta bangunan-bangunan yang begitu megah dan tinggi, semua itu tidak sedikitpun mengurangi daya tarik kota ini. Setelah selesai membeli tiket, gadis itu terus berjalan dengan santai menuju sebuah kursi.

“Bagaimana kabar kamu disana, Nduk?”, “Alhamdulillah baik, Bunda. Bunda gimana disana? Baik juga kan.”

Pum… pum…

Gadis itu pun sedikit mempercepat langkah kakinya. Tampakya, kereta yang hendak ia naiki akan segera berangkat.

“Alhamdulillah, Bunda sehat. Ayahmu juga sudah mulai bisa berjalan sekarang.”, “Alhamdulillah…” Begitu kereta berhenti, gadis itu pun langsung masuk agar bisa mendapatkan kursi yang dia inginkan. Ia pun memilih untuk duduk pada barisan nomor tiga dari pintu sebelah kiri di samping jendela.

“Kapan pulang ke Indonesia? Kakakmu sudah mulai ambil cuti, ini dia sudah di rumah. Dia sangat berharap kamu bisa hadir nanti.”

“Oh, iya. Tolong sampaikan salamku ke Kak Bara ya, Bunda. Senja sedang proses menyusun tesis, sekarang sedang perjalanan menuju rumah Mrs. Maria untuk bimbingan. Senja minta maaf, mungkin baru minggu depan Senja bisa izin pulang.”, “Ya sudah, kamu jaga diri baik-baik disana ya. Nanti bunda sampaikan salammu.”, “Terimakasih, Bunda. Sudah dulu ya Bun, nanti kalo sudah sampai insyaallah Senja telvon lagi. Assalamu’alaikum..”

“Wa’alaikumussalam warahmatullah wabarakatuh..” tut.. tut..

Pembicaraan itu pun terputus. Senja hanya berharap semoga semuanya berjalan dengan lancar.

Kita memang tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Bara merasa sangat tidak menyangka dan bersyukur karena dinobatkan sebagai mahasiswa dengan nilai terbaik di angkatannya di Lebanon, Dr. Bara  Mohammad al-Hafidz, Lc., MA. Semua keluarga dan teman-temannya sangat senang, begitu pun Senja. Ia merasa sangat beruntung dan bersyukur memiliki Kakak seperti Bara.

Setelah menyelesaikan pendidikannya, ia akhirnya pulang ke Indonesia dan diminta untuk membimbing para sastrawan-sastrawan muda tanah air. Ia pun tak pernah menyangka, justru Fahma lah yang terpilih untuk menjadi murid bimbingannya. Entah apa yang telah terjadi setelah itu, hingga pada akhirnya Bara memutuskan untuk meminang Fahma. Gadis yang sering diejek olehnya dulu saat masih kecil. Dan kini, mereka pun akan segera menuju ikatan halal. Tidak ada yang menyangka hal ini akan terjadi, termasuk Senja.

# # #

Seorang wanita berkulit putih yang memakai coat berwarna coklat serta berkerudung krem bergaris itu nampaknya berasal dari daerah yang sangat jauh. Setelah beberapa menit berdiri mematung, ia pun mulai melangkahkan kaki untuk berjalan menuju gerbang rumah. Wanita itu pun membuka gerbang dengan pelan dan sangat hati-hati. Setelah sekitar 7 tahun menimba ilmu di negri orang, ini adalah pertama kalinya ia menginjakkan kaki kembali ke tanah air tercintanya, Indonesia.

“Seperti tidak ada siapapun di rumah ini, kemana perginya semua orang?” Gumam wanita itu dalam hati.

Ia pun berjalan menyusuri halaman rumah. Tidak banyak yang berubah, rumah dan tatanannya masih sama. Hanya saja, entah mengapa rasanya menjadi sedikit lebih indah. Setelah sampai di depan pintu, ia pun menggerakkan tangannya untuk menggapai pintu itu. Namun…

“Senja???..”

Pintu itu telah terlebih dahulu terbuka, dan kini seorang lelaki tua telah berdiri di hadapannya.

“Ayah…”

Meski tidak seperti kakaknya yang pandai dalam segala hal, cerdas, dan berbakat. Tapi Senja tidaklah berputus asa. Meski ia sempat mengecewakan Ayahnya, ia tetap bangkit untuk terus melangkah. Setelah melalui berbagai rintangan, ia pun akhirnya menemukan bidangnya sendiri. Ia juga belajar banyak hal dari perjalanannya.

Sedangkan Bara, karena kecerdasannya ia pun harus meninggalkan rumah dan tinggal di pusat penelitian sekaligus menjadi guru besar di ibu kota. Mungkin sesekali saat liburan tiba, ia dan Fahma akan pulang untuk menjenguk orang tua mereka.

Dan Senja, setelah berhasil mewujudkan mimpinya. Ia pun tetap bisa berada dekat dan menemani kedua orang tuanya. Setelah bekerjasama dengan berbagai pihak, Senja telah membentuk sebuah komunitas membaca di dekat rumahnya. Dan yang tak kalah mengejutkan lagi, kini ia telah dipersunting oleh Husain, putra Kyai Akbar. Husain pun akhirnya harus menggantikan sang ayah untuk meneruskan mengurus pesantren. Dan dari sinilah kiprah mereka akan dimulai.

# # #

Tidak ada yang sempuran di dunia ini. Tidaklah kita akan mengenal cahaya jika tidak ada kegelapan, begitupun sebaliknya. Tidaklah kita mengenal kegelapan jika tidak ada cahaya.

Tidaklah kita mengenal pelangi, jika tidak ada berbagai warna. Bahkan dalam gelapnya malam pun, adakalanya langit itu hitam mencekam, namun juga indah berbintang.

Menarik lainnya